Kamis, 09 Januari 2014

Makalah Kalimat Efektif

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
       Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat mencapai sasarannya secara baik disebut dengan
kalimat efektif.     
       Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.
Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan.
       Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai bahasa ilmiah. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kabur, kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar mengerti maksud kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk membahas kalimat efektif dengan segala permasalahannya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa saja unsur-unsur yang menyusun kalimat efektif ?
2.      Apa saja kriteria kalimat yang efektif ?
3.      Hal apa saja yang menyebabkan suatu kalimat menjadi tidak efektif ?
4.      Bagaimana menentukan suatu kalimat menjadi kalimat yang efektif ?

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan penelitian secara umum
Ø  Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai kejelasan kalimat yang efektif.
Ø  Untuk mengetahui penyebab-penyebab dan latar belakang timbulnya kesalahan menggunakan kalimat.
Ø  Untuk memberi bekal pada kita semua agar lebih bisa menggunakan bahasa yang efektif.
1.3.2        Tujuan penelitian secara khusus
Ø  Memberikan pengetahuan dan informasi cara menggunakan kalimat yang benar dan efektif.
Ø  Membantu memperbaiki kesalahan dalam menggunakan kalimat agar menjadi kalimat yang efektif. 
Ø  Membantu kita semua untuk dapat berbahasa yang benar dan efektif agar mudah dipahami.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Manfaat penelitian secara teoritis
Ø  Sebagai informasi kepada dosen tentang permasalahan pemakaian bahasa di kalangan mahasiswa.
1.4.2        Manfaat penelitian secara praktis
Ø  Memberikan informasi kepada sesama mahasiswa tentang solusi memperbaiki kesalahan dalam membuat kalimat yang efektif.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    KALIMAT EFEKTIF
Kalimat efektif merupakan suatu jenis kalimat yang dapat memberikan efek tertentu dalam komunikasi. Efek yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kejelasan informasi.
Keefektifan sebuah kalimat pada ragam lisan berbeda dengan keefektifan pada ragam tulis. Seperti yang telah disebutkan dalam pembicaraan tentang ragam bahasa, pada ragam lisan informasi yang disampaikan dalam kalimat dapat diperjelas dengan penggunaan intonasi tertentu, gerakan anggota tubuh, atau situasi tempat pembicaraan itu berlangsung.
Hal-hal yang dapat memperjelas informasi pada ragam lisan itu tidak terdapat pada ragam tulis. Oleh karena itu, unsur-unsur kebahasaan yang digunakan pada ragam tulis dituntut lebih lengkap agar dapat mendukung kejelasan informasi. Jika digunakan untuk keperluan resmi, kelengkapan unsur kebahasaan pada ragam lisan dan tulis sebenarnya tidak jauh berbeda. Hal itu karena unsur-unsur kebahasaan yang digunakan tidak lengkap ada kemungkinan informasi yang disampaikan pun tidak dapat dipahami secara tepat.
Ragam bahasa tulis yang digunakan untuk keperluan dinas dan keperluan resmi lainnya, seperti pada surat dinas, laporan dinas, laporan penelitian, makalah atau kertas kerja, mempunyai ciri keeksplisitan. Ciri keeksplisitan itu dituntut pula dalam penggunaan ragam bahasa lisan untuk keperluan yang resmi, seperti rapat dinas, seminar, ceramah, atau pidato di depan umum. Oleh karena itu, unsur-unsur kalimat yang digunakannya pun harus lengkap dan eksplisit. Artinya unsur-unsur kalimat yang seharusnya ada tidak boleh dihilangkan dan, sebaiknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah.
Kelengkapan dan keeksplisitan itu dimaksudkan agar bahasa yang digunakan dapat mengungkapkan gagasan atau informasi secara tepat dan dapat dipahami secara tepat oleh pembaca atau pendengarnya sesuai dengan maksud yang dikehendaki oleh penulis atau pembicara. Dengan kelengkapan dan keeksplisitan itu diharapkan bahasa atau khususnya kalimat yang digunakan tidak menimbul-kan salah paham atau salah tafsir.
Jika diperhatikan secara cermat sehubungan dengan masalah tersebut, dalam kenyataan berbahasa sampai saat ini masih sering dijumpai adanya beberapa kalimat yang belum/tidak tersusun secara efektif. Salah satu di antaranya dapat di perhatikan pada contoh berikut.
(1)   Untuk penyusunan laporan yang lengkap ini memerlukan waktu yang cukup lama.
Dari segi informasinya, kalimat diatas itu cukup jelas. Artinya, maksud yang diungkapkan di dalam kalimat itu dengan mudah dapat dipahami. Akan tetapi, kalimat itu belum efektif karena kalimat itu belum memiliki unsur yang lengkap.
      Keefektifan sebuah kalimat tidak hanya ditentukan oleh kejelasan informasi-nya, tetapi juga oleh kelengkapan unsur-unsurnya. Dalam hal ini, kalimat dikata-kan memiliki unsur yang lengkap jika sekurang-kurangnya mengandung unsur subjek (S) dan unsur predikat (P).
      Jika dilihat dari segi unsur-unsurnya, satuan unsur untuk penyusunan laporan yang lengkap ini pada kalimat (1) merupakan keterangan (K), memerlukan merupakan predikat (P), dan waktu yang lama merupakan objek (O). Dengan demikian, kalimat (1) itu berpola KPO. Hal itu menunjukkan bahwa kalimat (1) tidak memiliki unsur S sehingga kalimatnya menjadi tidak lengkap dan tidak efektif.
      Subjek pada kalimat (1) itu sebenarnya dapat dieksplisitkan, yaitu dengan menghilangkan kata depan untuk yang terletak pada awal kalimat. Namun jika kata depan itu ingin tetap dipertahankan, kata kerja memerlukan yang menjadi predikatnya harus diubah menjadi pasif diperlukan. Dengan demikian, ubahan kalimat (1) tampak menjadi seperti ini :
(1a) Penyusunan laporan yang lengkap ini memerlukan waktu yang lama.
                                  S                                        P                      O
(1b) Untuk penyusunan laporan yang lengkap ini diperlukan
                                      K                                              P
       waktu yang cukup lama.
                         O
(1c) Waktu yang cukup lama diperlukan
                              S                       P
      untuk penyusunan laporan yang lengkap ini.
                                          K
Perbaikan kalimat (1) menjadi kalimat (1a), (1b), dan (1c) selain memperhatikan informasi yang lebih jelas, unsur-unsur kalimatnya pun menjadi lengkap. Dengan demikian, perbaikan kalimat tersebut memenuhi syarat sebagai kalimat yang efektif.
      Selain ketidaklengkapan unsur kalimatnya, ketidakefektifan sebuah kalimat juga dapat disebabkan oleh adanya ketidaksejajaran antara gagasan yang diungkapkan dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya. Sebagai contoh, perhatikan kalimat di bawah ini.
(2)       Pemimpin proyek tidak menyetujui lokasi itu karena sering dilanda banjir.
(2a) Karena sering dilanda banjir, pemimpin proyek tidak menyetujui lokasi itu.
       Dalam kalimat majemuk bertingkat, jika subjek pada anak kalimat dan subjek pada induk kalimat sama, subjek pada anak kalimat tidak perlu dimunculkan agar efektif. Namun, jika subjek pada anak kalimat dan induk kalimat berbeda, masing-masing subjeknya harus dimunculkan. Jika subjek pada anak kalimat tidak dimunculkan, seperti pada kalimat (2) atau (2a), harus ditafsirkan bahwa subjeknya sama. Pada kalimat (2) dan (2a) di atas subjek pada anak kalimatnya tidak dimunculkan menjadi berikut.

(2b) Pemimpin proyek tidak menyetujui lokasi itu karena pemimpin proyek sering  
      dilanda banjir.
(2c) Karena pemimpin proyek sering dilanda banjir, pemimpin proyek tidak 
       menyetujui lokasi itu.
Kalimat (2) dan (2a) di atas, yang secara sekilas tidak salah karena dapat mengungkapkan informasi secara jelas, ternyata setelah unsur-unsurnya dieksplisitkan menjadi (2b) dan (2c) kalimat itu tampak janggal. Bahkan, informasinya pun menjadi tidak logis. Kenyataan itu sebenarnya membuktikan bahwa kalimat (2) dan (2a) di atas tidak mengandung kesejajaran antara gagasan yang ingin diungkapkan dan bentuk bahasa yang digunakan. Ketidaksejajaran itu timbul karena adanya penghilangan unsur subjek pada anak kalimat, yang berbeda dengan subjek pada induk kalimat. Jika subjek pada kedua bagian itu berbeda, masing-masing harus dimunculkan. Dengan demikian, kalimat (2) dan (2a) itu seharusnya diungkapkan seperti berikut.
(2d) Pemimpin proyek tidak menyetujui lokasi itu karena lokasi itu sering dilanda 
       banjir.
(2e) Karena lokasi itu sering dilanda banjir, pemimpin proyek tidak
        menyetujuinya.
Apabila subjeknya dibuat sama, struktur kalimat itu seharusnya disusun sebagai berikut.
(2f)  Lokasi itu tidak disetujui pemimpin proyek karena (lokasi itu) sering dilanda
        banjir.
(2g) Karena sering dilanda banjir, lokasi itu tidak disetujui pemimpin proyek.
Dengan perubahan seperti itu, selain struktur dan informasinya jelas, juga terdapat kesejajaran antara informasi yang diungkapkan itu dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya.
      Ketidakefektifan kalimat yang lain dapat pula disebabkan oleh penggunaan kata-kata tertentu yang tidak sesuai dengan situasi pemakaiannya. Penggunaan kata-kata yang berlebihan atau kata-kata yang mubazir juga dapat menyebabkan ketidakefektifan kalimat yang digunakan.
      Beberapa contoh tersebut memperlihatkan bahwa keefektifan sebuah kalimat tidak hanya ditentukan oleh kejelasan informasi, tetapi ditentukan pula oleh kesesuaiannya dengan kaidah pemakaian bahasa, baik yang berupa kaidah kebahasaan seperti kaidah ejaan dan tata bahasa maupun kaidah nonkebahasaan seperti situasi pemakaian bahasa dan norma sosial budaya yang berlaku di masyarakat.
B.     KRITERIA KALIMAT YANG EFEKTIF
        Pemakaian bahasa umumnya beranggapan bahwa kalimat yang efektif adalah kalimat yang singkat dan hemat. Anggapan ini tentu tidak seluruhnya benar. Kehematan memang menjadi salah satu ciri keefektifan sebuah kalimat. Meskipun demikian; hal itu tidak berarti bahwa kalimat yang panjang tidak dapat disebut sebagai kalimat yang efektif.
       Jika memang informasi yang diungkapkannya jelas, mudah dipahami, dan tersusun sesuai dengan kaidah yang berlaku, betapapun panjangnya sebuah kalimat tetap dapat disebut kalimat yang efektif. Berikut akan dibicarakan beberapa kriteria kalimat yang efektif, yang antara lain meliputi kelengkapan, kesejajaran, kehematan, dan variatif.
1.      Kelengkapan
Kalimat yang efektif sekurang-kurangnya harus mengandung unsur subjek dan predikat agar kelengkapan itu dapat terpenuhi. Subjek pada awal kalimat hendaknya tidak didahului kata depan, predikat kalimatnya jelas dan tidak terdapat pemenggalan bagian kalimat majemuk.
a.       Subjek Tidak Didahului Kata Depan
Kalimat yang efektif harus tersusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dari segi kaidah tata bahasa, sekurang-kurangnya kalimat itu harus memiliki unsur subjek dan predikat. Jika unsur subjek itu tidak ada, kalimatnya pun berarti tidak memenuhi kriteria sebagai kalimat yang efektif.
      Kalimat yang tidak bersubjek itu umumnya terjadi karena penggunaan kata depan pada awal kalimat. Contoh :
(3)Dari hasil penelitian di laboratorium membuktikan bahwa serum ini tidak berbahaya.
Kata depan dari yang terletak pada awal kalimat itu dapat menghilangkan gagasan yang ingin disampaikan karena dengan adanya kata depan itu subjek kalimatnya menjadi kabur. Pada kalimat (3) tersebut, subjeknya sebenarnya adalah hasil penelitian, yang didahului kata depan dari. Adanya kata depan yang mendahului subjek itu menyebabkan kalimat tersebut tidak memberikan informasi yang jelas. Oleh karena itu, agar informasinya jelas dan kalimatnya pun menjadi efektif, kata depan itu harus dihilangkan. Dengan demikian, kalimat (3) itu seharusnya diungkapkan menjadi seperti berikut.
(3a) Hasil penelitian di laboratorium membuktikan bahwa serum itu tidak
       berbahaya.
Kata depan lain yang tidak seharusnya mengawali atau mendahului subjek, adalah untuk, dalam, dengan, bagi, tentang, di, pada, mengenai, dan kepada.
      Kata depan boleh saja terletak pada awal kalimat asalkan kata depan itu merupakan bagian dari keterangan. Jadi, posisinya dalam kalimat bukan di depan subjek. Contohnya pada kalimat berikut ini.
(4)   Dalam pengembangan sektor wisata, Borobudur mempunyai arti yang
      sangat penting.
(5)   Mengenai hal itu, beberapa data lain yang dijumpai pun menunjukkan
      gejala yang serupa.
(6)   Bagi sejumlah binatang ternak, rumput merupakan makanan yang
      utama.
b.      Predikat Kalimatnya Jelas
Kalimat yang tidak berpredikat juga tidak dapat disebut kalimat yang efektif karena unsur-unsurnya menjadi tidak lengkap. Contoh pada kalimat berikut.
(7)   Salah satu ciri logam yaitu akan memuai jika dipanaskan.
(8)   Wilayah yang akan dikembangkan menjadi kawasan industri misalnya
      Jakarta Timur dan Jakarta Barat.
      Kata yaitu dan misalnya berfungsi untuk menjelaskan hubungan antara unsur sebelum dan sesudah kata itu. Keduanya tidak bersifat predikatif sehingga unsur yang terletak di belakangnya tidak dapat disebut sebagai predikat, agar unsur di belakang kata itu menjadi predikat, yaitu harus digantikan dengan kata lain yang bersifat predikatif, misalnya ialah atau adalah, demikian pula kata misalnya pada kalimat (8). Dengan demikian, perbaikan kalimat (7) dan (8) sebagai berikut.
(7a) Salah satu ciri logam adalah akan memuai jika dipanaskan.
(8a) Wilayah yang akan dikembangkan menjadi kawasan industri, antara
        lain adalah Jakarta timur dan Jakarta barat.
      Dengan digantikannya kata yaitu dan misalnya dengan kata yang bersifat predikatif, kalimat (7a) dan (8a) menjadi lengkap sehingga memenuhi syarat sebagai kalimat yang efektif.
c.       Bagian Kalimat Majemuk Tidak Dipenggal
      Dalam pemakaian bahasa sering ditemukan adanya bagian kalimat majemuk yang ditulis terpisah dari bagian sebelumnya. Misalnya :
(9)      Pembangunan gedung itu belum dapat dilaksanakan. Karena dana yang diusulkan belum turun.
(10)     Semua lapisan masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Agar pembangunan yang sedang dilaksanakan dapat berhasil dengan baik.
Kata karena dan agar sebenarnya merupakan penghubung intrakalimat atau penghubung yang fungsinya menghubungkan bagian-bagian di dalam sebuah kalimat, bukan menghubungkan kalimat yang satu dan kalimat yang lain. Sebagai bagian kalimat, unsur yang diawali kata penghubung itu tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. Sebaiknya, unsur yang disebut anak kalimat itu selalu tergabung dengan bagian kalimat yang lain, yang merupakan induk kalimatnya. Oleh karena itu, bagian kalimat tersebut harus ditulis serangkai dengan bagian yang lain sehingga bentuknya menjadi seperti berikut.
(9a)   Pembangunan gedung itu belum dapat dilaksanakan karena dana
           yang diusulkan belum turun.
(10a) Semua lapisan masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi sesuai
         dengan bidangnya masing-masing agar pembangunan yang sedang
         dilaksanakan dapat berhasil dengan baik.
Jika bagian kalimat yang mengikuti kata penghubung tersebut ingin lebih dipentingkan atau ditonjolkan, bagian kalimat itu dapat saja ditempatkan pada awal kalimat. Lalu, bagian kalimat yang semula terletak di depan harus digeser ke belakang sehingga ubahan kalimat itu menjadi seperti di bawah ini.
(9b) Karena dana yang diusulkan belum turun, pembangunan gedung itu
         belum dapat dilaksanakan.
(10b) Agar pembangunan yang sedang dilaksanakan dapat berhasil dengan
          baik, semua lapisan masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi
          sesuai dengan bidangnya masing-masing.
2.      Kesejajaran
     Kalimat yang efektif juga harus mengandung kesejajaran antara gagasan yang diungkapkan dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya.    Kesejajaran itu dalam pemakaian bahasa cukup penting. Jika dilihat dari segi bentuknya, kesejajaran itu dapat menyebabkan keserasian. Sementara itu, jika dilihat dari segi makna atau gagasan yang diungkapkan, kesejajaran itu dapat menyebabkan informasi yang diungkapkan menjadi sistematis sehingga mudah dipahami.
      Seperti yang secara implisit terungkap pada keterangan tersebut, kesejajaran itu dapat dibedakan atas kesejajaran bentuk, kesejajaran makna, dan kesejajaran bentuk berikut maknanya.
a.       Kesejajaran Bentuk
      Bentukan kalimat yang tidak tersusun secara sejajar dapat mengakibatkan kalimat itu tidak serasi. Perhatikan contohnya pada kalimat berikut.
(11)     Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi pimpinan belum menyetujuinya.
      Ketidaksejajaran bentuk pada kalimat di atas disebabkan oleh penggunaan bentuk kata kerja pasif diusulkan yang dikontraskan dengan bentuk aktif menyetujui. Agar menjadi sejajar, bila bagian yang pertama menggunakan bentuk pasif, hendaknya bagian yang kedua pun menggunakan bentuk pasif. Sebaliknya, jika yang pertama aktif, berikutnya pun sebaiknya aktif. Demikian demikian, kalimat tersebut akan memiliki kesejajaran jika bentuk kata kerjanya diseragamkan menjadi seperti di bawah ini.
(11a)  Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi belum disetujui
          pimpinan.
(11b)  Kami sudah lama mengusulkan program ini, tetapi pimpinan belum
          menyetujuinya.
Kesejajaran bentuk seperti pada contoh tersebut juga berlaku dalam bentuk perincian.
b.      Kesejajaran Makna
       Masalah yang sering dihadapi dalam penyusunan kalimat terutama yang menyangkut penataan gagasan dan masalah penalaran. Penalaran dalam sebuah kalimat merupakan masalah pokok yang mendasari penataan gagasan. Seperti diketahui, bahasa dan penalaran atau pola pikir pemakainya mempunyai kaitan yang sangat erat. Lihat contoh berikut.
(12)   Waktu dan tempat kami persilahkan.
Kalimat semacam itu biasanya digunakan dalam peralihan acara. Dalam suatu acara, misalnya acara yang pertama berupa pembukaan dan acara kedua adalah sambutan. Dalam hal itu pembawa acara lazim mengucapkan ungkapan sebagai berikut:
      “Acara selanjutnya adalah sambutan Ketua Panita
       Penyelenggara, yang akan di sampaikan oleh Bapak Sunarya.
      Waktu dan tempat kami persilahkan.”
Dalam kalimat tersebut, ungkapan waktu dan tempat tidak termasuk kata yang bermakna insan, yang dapat dipersilahkan. Oleh karena itu, pemakaiannya dalam kalimat Waktu dan tempat kami persilahkan jelas tidak tepat.
Dalam koteks tersebut, seharusnya pihak yang dipersilahkan adalah orang yang akan memberikan sambutan, yakni Ketua Panitia Penyelenggara atau Bapak Sunarya. Jadi, bukan waktu dan tempat. Dengan demikian, kalimat yang digunakan oleh pembawa acara seharusnya berbunyi :
         “Acara selanjutnya adalah sambutan Ketua Panita
          Penyelenggara, yang akan di sampaikan oleh Bapak Sunarya.
          Bapak Sunarya kami persilahkan.”
Dengan diubah seperti pada kalimat tersebut, selain kalimatnya menjadi lebih bernalar, informasinya pun menjadi lebih jelas.
c.       Kesejajaran Bentuk dan Makna
Beberapa gagasan yang bertumpuk dalam satu pernyataan dapat mengaburkan kejelasan informasi yang diungkapkan sehingga pembaca akan mengalami kesulitan dalam memahaminya. Perhatikan contoh berikut.
(13)  Peraturan daerah untuk menata kawasan pemukiman penduduk sedang disusun pemerintah daerah setempat, menyangkut detail tata ruang kawasan itu sebagai tindak lanjut keppres 48/1984 tentang penanganan khusus pemukiman di wilayah Surabaya.
Kalimat tersebut tidak efektif karena terlalu sarat dengan informasi. Di dalamnya pun tidak tercermin adanya kesejajaran antara gagasan yang diungkapkan dan bentuk bahasanya. Oleh karena itu, jika dituliskan pembaca perlu membaca secara cermat dan berulang-ulang untuk memahaminya.
Penumpukan gagasan semacam itu sebenarnya tidak perlu terjadi jika pemakainya dapat secara cermat menuangkan satu gagasan ke dalam satu pernyataan. Dengan demikian, agar efektif kalimat itu dapat dikembalikan pada gagasan semula yang terungkap dalam beberapa kalimat. Pengembalian pada gagasan semula itu menyebabkan kalimatnya menjadi lebih efektif seperti pada ketiga kalimat berikut:
(13a) Peraturan daerah untuk menata kawasan pemukiman penduduk
         sedang disusun pemerintah daerah setempat.
(13b) Peraturan itu menyangkut detail tata ruang kawasan tersebut.
(13c) Hal itu merupakan tindak lanjut keppres 48/1984 tentang
          penanganan khusus pemukiman di wilayah Surabaya.
Pembagian kalimat (13) menjadi (13a),(13b), dan (13c) selain dapat mengefektifkan kalimatnya juga dapat memperjelas informasi yang diungkapkannya.
3.      Kehematan
        Kehematan merupakan salah satu cirri kalimat yang efektif. Dalam penyusunan kalimat, kehematan ini dapat diperoleh dengan menghilangkan bagian-bagian tertentu yang tidak diperlukan atau yang mubazir. Hal itu antara lain, berupa penghilangan subjek ganda, bentuk yang bersinonim, dan bentuk jamak ganda.
a.       Penghilangan Subjek Ganda
Kalimat majemuk bertingkat yang anak kalimat dan induk kalimatnya memiliki subjek yang sama dapat dihilangkan salah satunya. Subjek yang dihilangkan adalah yang terletak pada anak kalimatnya. Perhatikan contoh berikut.
(14)  Program ini belum dapat dilaksanakan karena program ini belum
       disetujui.
Kalimat diatas akan lebih efektif jika diubah menjadi berikut.
(14a) Program ini belum dapat dilaksanakan karena belum disetujui.
b.      Penghilangan bentuk yang bersinonim
Dua kata atau lebih yang mendukung fungsi yang sama dapat menyebabkan kalimat tidak efektif misalnya, adalah merupakan, seperti misalnya, agar supaya, dan demi untuk. Oleh karena itu, pengefektifan kalimat semacam itu dapat dilakukan dengan menghilangkan salah satu dari kata-kata tersebut.
Misalnya :
(15)  Bank BNI adalah merupakan salah satu bank terbesar di Mataram.
Kalimat diatas akan lebih efektif jika diubah menjadi seperti berikut.
(15a) Bank BNI adalah salah satu bank terbesar di Mataram.
(15b) Bank BNI merupakan salah satu bank terbesar di Mataram.
c.       Penghilangan makna jamak yang ganda
        Kata yang bermakna jamak, seperti semua, segala, seluruh, beberapa, para, dan segenap dapat menimbulkan ketidakefektifan kalimat jika digunakan secara bersama-sama dengan bentuk ulang yang juga bermakna jamak.
Misalnya :
(16)  Semua data-data itu dapat diklasifikasikan dengan baik.
Agar lebih efektif kalimat diatas sebaiknya diubah menjadi seperti berikut.
(16a) Semua data itu dapat diklasifikasikan dengan baik.
        Penghebatan suatu kalimat memang dapat dilakukan dengan penghilangan unsur-unsur yang tidak diperlukan. Namun unsur-unsur tertentu yang merupakan bagian dari ungkapan idiomatik hendaknya tidak dihilangkan. Misalnya :
(17)  Pemerimaan pegawai baru itu sudah sesuai peraturan pemerintah.
Kalimat di atas harus ditulis lengkap menjadi seperti berikut.
(17a) Pemerimaan pegawai baru itu sudah sesuai dengan peraturan
         pemerintah.
Ungkapan idiomatik lain yang unsur-unsurnya tidak boleh ditinggalkan di antaranya sebagai berikut.
bergantung pada, terbuat dari, terdiri atas, berkenan dengan, sejalan dengan, berkaitan dengan, dan sehubungan dengan.

4.      Variatif
       Kalimat yang efektif juga mengutamakan variasi bentuk pengungkapan atau gaya kalimatnya. Variasi itu dapat dicapai dengan menggunakan bentuk inversi, bentuk pasif persona, variasi aktif-pasif, dan variasi panjang pendek.
a.       Variasi Bentuk Inversi
      Inversi merupakan salah satu variasi bentuk pengungkapan dengan menempatkan unsur yang dipentingkan pada awal kalimat. Misalnya :
(18)  Biaya dua miliar rupiah diperlukan untuk pembangunan jembatan itu.
      Dari segi struktur informasinya, kalimat di atas lebih menonjolkan informasi tentang biaya atau besarnya biaya daripada informasi tentang pembangunan jembatan. Berbeda dengan itu, jika penulis lebih mementingkan informasi tentang perlunya biaya, kalimat tersebut dapat diubah menjadi seperti berikut.
(18a) Diperlukan biaya dua miliar rupiah untuk pembangunan jembatan
         itu.
        Dua variasi bentuk inversi tersebut diubah dari bentuk pengungkapan biasa seperti berikut.
(18b) pembangunan jembatan itu memerlukan biaya dua miliar rupiah.
        Dari contoh di atas, variasi bentuk mana pun dapat digunakan sesuai dengan keperluan informasi yang akan diungkapkan.
b.      Variasi Bentuk Pasif Persona
        Bentuk pasif persona juga dapat dimanfaatkan sebagai variasi lain dalam pengungkapan informasi ataupun penggayaan kalimat. Misalnya :
(19)  Akan saya laporkan masalah ini kepada dekan.
        Dalam bentuk pasif persona semacam itu, kata ganti orang atau kata ganti persona langsung didekatkan pada kata kerjanya, tidak disisipi dengan unsur lain.
c.       Variasi Bentuk Aktif-Pasif
        Variasi bentuk aktif-pasif merupakan variasi penggunaan atau penggayaan kalimat dengan memanfaatkan kalimat aktif lebih dulu, kemudian diikuti oleh pasif atau sebaliknya. Misalnya :
(20)    Minggu depan kami akan mengadakan rapat pemimpin. Dalam rapat
          itu akan kami bahas berbagai kasus yang muncul akhir-akhir ini.
(20a) Minggu depan akan diadakan rapat pemimpin. Dalam rapat itu kami
         akan membahas berbagai kasus yang muncul akhir-akhir ini.
Dengan variasi aktif-pasif semacam itu kalimat-kalimat yang digunakan lebih efektif. Karena itu, variasi merupakan aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan gagasan melalui kalimat.
d.      Variasi Bentuk Panjang-Pendek
Variasi bentuk panjang-pendek merupakan variasi pengunaan kalimat panjang dan pendek secara bergantian. Misalnya :
(21)  Peneliti ini memerlukan waktu dua bulan. Meskipun demikian, target yang telah ditetapkan sebelumnya diharapkan dapat tercapai karena lokasi yang akan diteliti mudah dijangkau dengan kendaraan umum.
(22)  Lokasi penelitian yang direncanakan sebelumnya berada di lereng pegunungan sehingga sulit dijangkau dengan kendaraan umum. Karena itu, penelitian di lokasi tersebut dibatalkan.
Berbagai variasi susunan kalimat tersebut, baik variasi inversi, aktif-pasif, pasif persona, maupun variasi panjang pendek, penggunaannya bergantung pada gaya masing-masing pemakai bahasa. 






BAB III
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Setelah selesai menulis pembahasan diatas dapat penulis simpulkan beberapa hal sebagai berikut.
·      Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pndengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimasud oleh penulis atau pembicaranya.
·      Unsur-unsur dalam kalimat meliputi : subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket).
·      Kriteria kalimat efektif yaitu : Kelengkapan, Kesejajaran, Kehematan, dan Variatif.
·      Dalam proses penyusunan kalimat, pemakai bahasa tidak hanya dituntut untuk mampu menguasai kaidah tata bahasa, tetapi dituntut pula untuk mampu memilih dan menggunakan kata-kata secara tepat, cermat, dan serasi.

4.2  Saran
·      Para pendidik sebaiknya memahami dengan seksama tentang bahasa indonesia yang memiliki berbagai ragam bahasa supaya dalam proses kegiatan belajar mengajar terjadi komunikasi yang baik dan tepat penggunaan bahasanya antara pendidik dengan peserta didik.
·      Para peserta didik sebaiknya memahami dan mencari pengetahuan secara seksama mengenai materi dalam makalah ini supaya tidak terjadi kekeliruan dalam pemakaian bahasa terhadap peserta didik dengan pedidik.
·      Dengan penguasaan kaidah dan kemampuan memilih kata secara tepat, pemakai bahasa diharapkan dapat menyusun kalimat secara tepat dan efektif.


DAFTAR PUSTAKA


Mustakim, 1994. Membina kemampuan berbahasa. Jakarta: PT   Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 1991. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Cetakan Ke-4. Jakarta: PT Priastu.
Razak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif : Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta: PT Gramedia.
Hasjim, Nafron. 1998. Komposisi dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen     
           Pendidikan dan Kebudayaan.
Ramlan, M. dkk. 1994. Bahasa Indonesia yang Salah dan yang Benar. Yogyakarta:      
            Andi Offset Yogyakarta.
Ali, Lukman dkk. 1991. Petunjuk Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
           dan Pengembangan Bahasa.
Pusat Bahasa. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Badudu, J.S. 1983. Membina Bahasa Indonesia baku. Bandung: Pustaka Prima.



1 komentar: