BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi
yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa
itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si
pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung
maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu
dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat mencapai
sasarannya secara baik disebut dengan
kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.
Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.
Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan.
Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai
kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai bahasa ilmiah. Hal ini
disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kabur,
kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca
sukar mengerti maksud kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak
efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk membahas kalimat
efektif dengan segala permasalahannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur-unsur yang menyusun
kalimat efektif ?
2. Apa saja kriteria kalimat yang
efektif ?
3. Hal apa saja yang menyebabkan
suatu kalimat menjadi tidak efektif ?
4. Bagaimana menentukan suatu kalimat
menjadi kalimat yang efektif ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan penelitian secara umum
Ø Untuk memperoleh gambaran yang
jelas mengenai kejelasan kalimat yang efektif.
Ø Untuk mengetahui penyebab-penyebab
dan latar belakang timbulnya kesalahan menggunakan kalimat.
Ø Untuk memberi bekal pada kita
semua agar lebih bisa menggunakan bahasa yang efektif.
1.3.2
Tujuan penelitian secara khusus
Ø Memberikan pengetahuan dan
informasi cara menggunakan kalimat yang benar dan efektif.
Ø Membantu memperbaiki kesalahan
dalam menggunakan kalimat agar menjadi kalimat yang efektif.
Ø Membantu kita semua untuk dapat
berbahasa yang benar dan efektif agar mudah dipahami.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat penelitian secara teoritis
Ø Sebagai informasi kepada dosen
tentang permasalahan pemakaian bahasa di kalangan mahasiswa.
1.4.2
Manfaat penelitian secara praktis
Ø Memberikan informasi kepada sesama
mahasiswa tentang solusi memperbaiki kesalahan dalam membuat kalimat yang
efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KALIMAT EFEKTIF
Kalimat efektif merupakan suatu
jenis kalimat yang dapat memberikan efek tertentu dalam komunikasi. Efek yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah kejelasan informasi.
Keefektifan sebuah kalimat pada
ragam lisan berbeda dengan keefektifan pada ragam tulis. Seperti yang telah
disebutkan dalam pembicaraan tentang ragam bahasa, pada ragam lisan informasi
yang disampaikan dalam kalimat dapat diperjelas dengan penggunaan intonasi
tertentu, gerakan anggota tubuh, atau situasi tempat pembicaraan itu
berlangsung.
Hal-hal yang dapat memperjelas
informasi pada ragam lisan itu tidak terdapat pada ragam tulis. Oleh karena
itu, unsur-unsur kebahasaan yang digunakan pada ragam tulis dituntut lebih
lengkap agar dapat mendukung kejelasan informasi. Jika digunakan untuk
keperluan resmi, kelengkapan unsur kebahasaan pada ragam lisan dan tulis
sebenarnya tidak jauh berbeda. Hal itu karena unsur-unsur kebahasaan yang
digunakan tidak lengkap ada kemungkinan informasi yang disampaikan pun tidak
dapat dipahami secara tepat.
Ragam bahasa tulis yang digunakan
untuk keperluan dinas dan keperluan resmi lainnya, seperti pada surat dinas,
laporan dinas, laporan penelitian, makalah atau kertas kerja, mempunyai ciri
keeksplisitan. Ciri keeksplisitan itu dituntut pula dalam penggunaan ragam
bahasa lisan untuk keperluan yang resmi, seperti rapat dinas, seminar, ceramah,
atau pidato di depan umum. Oleh karena itu, unsur-unsur kalimat yang
digunakannya pun harus lengkap dan eksplisit. Artinya unsur-unsur kalimat yang
seharusnya ada tidak boleh dihilangkan dan, sebaiknya, unsur-unsur yang
seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan
semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya
dengan kaidah.
Kelengkapan dan keeksplisitan itu
dimaksudkan agar bahasa yang digunakan dapat mengungkapkan gagasan atau
informasi secara tepat dan dapat dipahami secara tepat oleh pembaca atau
pendengarnya sesuai dengan maksud yang dikehendaki oleh penulis atau pembicara.
Dengan kelengkapan dan keeksplisitan itu diharapkan bahasa atau khususnya
kalimat yang digunakan tidak menimbul-kan salah paham atau salah tafsir.
Jika diperhatikan secara cermat
sehubungan dengan masalah tersebut, dalam kenyataan berbahasa sampai saat ini
masih sering dijumpai adanya beberapa kalimat yang belum/tidak tersusun secara
efektif. Salah satu di antaranya dapat di perhatikan pada contoh berikut.
(1) Untuk penyusunan laporan yang lengkap
ini memerlukan waktu yang cukup lama.
Dari segi informasinya, kalimat diatas itu
cukup jelas. Artinya, maksud yang diungkapkan di dalam kalimat itu dengan mudah
dapat dipahami. Akan tetapi, kalimat itu belum efektif karena kalimat itu belum
memiliki unsur yang lengkap.
Keefektifan
sebuah kalimat tidak hanya ditentukan oleh kejelasan informasi-nya, tetapi juga
oleh kelengkapan unsur-unsurnya. Dalam hal ini, kalimat dikata-kan memiliki
unsur yang lengkap jika sekurang-kurangnya mengandung unsur subjek (S) dan
unsur predikat (P).
Jika
dilihat dari segi unsur-unsurnya, satuan unsur untuk penyusunan
laporan yang lengkap ini pada kalimat (1) merupakan keterangan (K), memerlukan
merupakan predikat (P), dan waktu yang lama merupakan objek (O). Dengan
demikian, kalimat (1) itu berpola KPO. Hal itu menunjukkan bahwa kalimat (1)
tidak memiliki unsur S sehingga kalimatnya menjadi tidak lengkap dan tidak
efektif.
Subjek
pada kalimat (1) itu sebenarnya dapat dieksplisitkan, yaitu dengan
menghilangkan kata depan untuk yang terletak pada awal kalimat. Namun
jika kata depan itu ingin tetap dipertahankan, kata kerja memerlukan
yang menjadi predikatnya harus diubah menjadi pasif diperlukan. Dengan
demikian, ubahan kalimat (1) tampak menjadi seperti ini :



S P O


K P

O


S P

K
Perbaikan kalimat (1) menjadi
kalimat (1a), (1b), dan (1c) selain memperhatikan informasi yang lebih jelas,
unsur-unsur kalimatnya pun menjadi lengkap. Dengan demikian, perbaikan kalimat
tersebut memenuhi syarat sebagai kalimat yang efektif.
Selain
ketidaklengkapan unsur kalimatnya, ketidakefektifan sebuah kalimat juga dapat
disebabkan oleh adanya ketidaksejajaran antara gagasan yang diungkapkan dan
bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya. Sebagai contoh, perhatikan kalimat
di bawah ini.
(2) Pemimpin proyek tidak menyetujui lokasi itu
karena sering dilanda banjir.
(2a) Karena sering dilanda
banjir, pemimpin proyek tidak menyetujui lokasi itu.
Dalam kalimat majemuk bertingkat, jika
subjek pada anak kalimat dan subjek pada induk kalimat sama, subjek pada anak
kalimat tidak perlu dimunculkan agar efektif. Namun, jika subjek pada anak
kalimat dan induk kalimat berbeda, masing-masing subjeknya harus dimunculkan.
Jika subjek pada anak kalimat tidak dimunculkan, seperti pada kalimat (2) atau
(2a), harus ditafsirkan bahwa subjeknya sama. Pada kalimat (2) dan (2a) di atas
subjek pada anak kalimatnya tidak dimunculkan menjadi berikut.
(2b) Pemimpin proyek tidak
menyetujui lokasi itu karena pemimpin proyek sering
dilanda banjir.
(2c) Karena pemimpin proyek
sering dilanda banjir, pemimpin proyek tidak
menyetujui lokasi itu.
Kalimat (2) dan (2a) di atas, yang
secara sekilas tidak salah karena dapat mengungkapkan informasi secara jelas,
ternyata setelah unsur-unsurnya dieksplisitkan menjadi (2b) dan (2c) kalimat
itu tampak janggal. Bahkan, informasinya pun menjadi tidak logis. Kenyataan itu
sebenarnya membuktikan bahwa kalimat (2) dan (2a) di atas tidak mengandung
kesejajaran antara gagasan yang ingin diungkapkan dan bentuk bahasa yang
digunakan. Ketidaksejajaran itu timbul karena adanya penghilangan unsur subjek
pada anak kalimat, yang berbeda dengan subjek pada induk kalimat. Jika subjek
pada kedua bagian itu berbeda, masing-masing harus dimunculkan. Dengan
demikian, kalimat (2) dan (2a) itu seharusnya diungkapkan seperti berikut.
(2d) Pemimpin proyek tidak
menyetujui lokasi itu karena lokasi itu sering dilanda
banjir.
(2e) Karena lokasi itu
sering dilanda banjir, pemimpin proyek tidak
menyetujuinya.
Apabila subjeknya dibuat sama,
struktur kalimat itu seharusnya disusun sebagai berikut.
(2f) Lokasi itu tidak disetujui pemimpin
proyek karena (lokasi itu) sering dilanda
banjir.
(2g) Karena sering dilanda banjir,
lokasi itu tidak disetujui pemimpin proyek.
Dengan perubahan seperti itu,
selain struktur dan informasinya jelas, juga terdapat kesejajaran antara
informasi yang diungkapkan itu dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya.
Ketidakefektifan
kalimat yang lain dapat pula disebabkan oleh penggunaan kata-kata tertentu yang
tidak sesuai dengan situasi pemakaiannya. Penggunaan kata-kata yang berlebihan
atau kata-kata yang mubazir juga dapat menyebabkan ketidakefektifan kalimat
yang digunakan.
Beberapa
contoh tersebut memperlihatkan bahwa keefektifan sebuah kalimat tidak hanya
ditentukan oleh kejelasan informasi, tetapi ditentukan pula oleh kesesuaiannya
dengan kaidah pemakaian bahasa, baik yang berupa kaidah kebahasaan seperti
kaidah ejaan dan tata bahasa maupun kaidah nonkebahasaan seperti situasi
pemakaian bahasa dan norma sosial budaya yang berlaku di masyarakat.
B. KRITERIA KALIMAT YANG EFEKTIF
Pemakaian bahasa umumnya beranggapan
bahwa kalimat yang efektif adalah kalimat yang singkat dan hemat. Anggapan ini
tentu tidak seluruhnya benar. Kehematan memang menjadi salah satu ciri
keefektifan sebuah kalimat. Meskipun demikian; hal itu tidak berarti bahwa
kalimat yang panjang tidak dapat disebut sebagai kalimat yang efektif.
Jika memang informasi yang diungkapkannya
jelas, mudah dipahami, dan tersusun sesuai dengan kaidah yang berlaku,
betapapun panjangnya sebuah kalimat tetap dapat disebut kalimat yang efektif.
Berikut akan dibicarakan beberapa kriteria kalimat yang efektif, yang antara
lain meliputi kelengkapan, kesejajaran, kehematan, dan variatif.
1. Kelengkapan
Kalimat yang efektif
sekurang-kurangnya harus mengandung unsur subjek dan predikat agar kelengkapan
itu dapat terpenuhi. Subjek pada awal kalimat hendaknya tidak didahului kata
depan, predikat kalimatnya jelas dan tidak terdapat pemenggalan bagian kalimat
majemuk.
a. Subjek Tidak Didahului Kata Depan
Kalimat yang efektif harus tersusun
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dari segi kaidah tata bahasa,
sekurang-kurangnya kalimat itu harus memiliki unsur subjek dan predikat. Jika
unsur subjek itu tidak ada, kalimatnya pun berarti tidak memenuhi kriteria
sebagai kalimat yang efektif.
Kalimat
yang tidak bersubjek itu umumnya terjadi karena penggunaan kata depan pada awal
kalimat. Contoh :
(3)Dari hasil penelitian di laboratorium
membuktikan bahwa serum ini tidak berbahaya.
Kata depan dari yang
terletak pada awal kalimat itu dapat menghilangkan gagasan yang ingin
disampaikan karena dengan adanya kata depan itu subjek kalimatnya menjadi
kabur. Pada kalimat (3) tersebut, subjeknya sebenarnya adalah hasil
penelitian, yang didahului kata depan dari. Adanya kata depan yang
mendahului subjek itu menyebabkan kalimat tersebut tidak memberikan informasi
yang jelas. Oleh karena itu, agar informasinya jelas dan kalimatnya pun menjadi
efektif, kata depan itu harus dihilangkan. Dengan demikian, kalimat (3) itu
seharusnya diungkapkan menjadi seperti berikut.
(3a) Hasil penelitian di
laboratorium membuktikan bahwa serum itu tidak
berbahaya.
Kata depan lain yang tidak
seharusnya mengawali atau mendahului subjek, adalah untuk, dalam, dengan,
bagi, tentang, di, pada, mengenai, dan kepada.
Kata
depan boleh saja terletak pada awal kalimat asalkan kata depan itu merupakan
bagian dari keterangan. Jadi, posisinya dalam kalimat bukan di depan subjek.
Contohnya pada kalimat berikut ini.
(4) Dalam pengembangan sektor wisata,
Borobudur mempunyai arti yang
sangat penting.
(5) Mengenai
hal itu, beberapa data lain yang
dijumpai pun menunjukkan
gejala yang serupa.
(6) Bagi sejumlah binatang ternak, rumput
merupakan makanan yang
utama.
b. Predikat Kalimatnya Jelas
Kalimat yang tidak berpredikat
juga tidak dapat disebut kalimat yang efektif karena unsur-unsurnya menjadi tidak
lengkap. Contoh pada kalimat berikut.
(7) Salah satu ciri logam yaitu
akan memuai jika dipanaskan.
(8) Wilayah yang akan dikembangkan
menjadi kawasan industri misalnya
Jakarta Timur dan Jakarta Barat.
Kata
yaitu dan misalnya berfungsi untuk menjelaskan hubungan antara unsur
sebelum dan sesudah kata itu. Keduanya tidak bersifat predikatif sehingga unsur
yang terletak di belakangnya tidak dapat disebut sebagai predikat, agar unsur
di belakang kata itu menjadi predikat, yaitu harus digantikan dengan
kata lain yang bersifat predikatif, misalnya ialah atau adalah,
demikian pula kata misalnya pada kalimat (8). Dengan demikian, perbaikan
kalimat (7) dan (8) sebagai berikut.
(7a) Salah satu ciri logam adalah
akan memuai jika dipanaskan.
(8a) Wilayah yang akan dikembangkan
menjadi kawasan industri, antara
lain adalah Jakarta timur dan Jakarta
barat.
Dengan
digantikannya kata yaitu dan misalnya dengan kata yang bersifat
predikatif, kalimat (7a) dan (8a) menjadi lengkap sehingga memenuhi syarat
sebagai kalimat yang efektif.
c. Bagian Kalimat Majemuk Tidak
Dipenggal
Dalam pemakaian bahasa sering ditemukan
adanya bagian kalimat majemuk yang ditulis terpisah dari bagian sebelumnya.
Misalnya :
(9) Pembangunan gedung itu belum dapat
dilaksanakan. Karena dana yang diusulkan belum turun.
(10) Semua lapisan masyarakat
diharapkan ikut berpartisipasi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Agar
pembangunan yang sedang dilaksanakan dapat berhasil dengan baik.
Kata karena dan agar
sebenarnya merupakan penghubung intrakalimat atau penghubung yang fungsinya
menghubungkan bagian-bagian di dalam sebuah kalimat, bukan menghubungkan
kalimat yang satu dan kalimat yang lain. Sebagai bagian kalimat, unsur yang
diawali kata penghubung itu tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
Sebaiknya, unsur yang disebut anak kalimat itu selalu tergabung dengan bagian
kalimat yang lain, yang merupakan induk kalimatnya. Oleh karena itu, bagian
kalimat tersebut harus ditulis serangkai dengan bagian yang lain sehingga
bentuknya menjadi seperti berikut.
(9a) Pembangunan gedung itu belum dapat
dilaksanakan karena dana
yang diusulkan belum turun.
(10a) Semua lapisan masyarakat
diharapkan ikut berpartisipasi sesuai
dengan bidangnya masing-masing agar
pembangunan yang sedang
dilaksanakan dapat berhasil dengan
baik.
Jika bagian kalimat yang mengikuti
kata penghubung tersebut ingin lebih dipentingkan atau ditonjolkan, bagian
kalimat itu dapat saja ditempatkan pada awal kalimat. Lalu, bagian kalimat yang
semula terletak di depan harus digeser ke belakang sehingga ubahan kalimat itu
menjadi seperti di bawah ini.
(9b) Karena dana yang
diusulkan belum turun, pembangunan gedung itu
belum dapat dilaksanakan.
(10b) Agar pembangunan yang
sedang dilaksanakan dapat berhasil dengan
baik, semua lapisan masyarakat
diharapkan ikut berpartisipasi
sesuai dengan bidangnya
masing-masing.
2. Kesejajaran
Kalimat yang efektif juga harus mengandung
kesejajaran antara gagasan yang diungkapkan dan bentuk bahasa sebagai sarana
pengungkapnya. Kesejajaran itu dalam
pemakaian bahasa cukup penting. Jika dilihat dari segi bentuknya, kesejajaran
itu dapat menyebabkan keserasian. Sementara itu, jika dilihat dari segi makna
atau gagasan yang diungkapkan, kesejajaran itu dapat menyebabkan informasi yang
diungkapkan menjadi sistematis sehingga mudah dipahami.
Seperti yang secara implisit terungkap
pada keterangan tersebut, kesejajaran itu dapat dibedakan atas kesejajaran
bentuk, kesejajaran makna, dan kesejajaran bentuk berikut maknanya.
a. Kesejajaran Bentuk
Bentukan kalimat yang tidak tersusun
secara sejajar dapat mengakibatkan kalimat itu tidak serasi. Perhatikan
contohnya pada kalimat berikut.
(11) Program kerja ini sudah lama diusulkan,
tetapi pimpinan belum menyetujuinya.
Ketidaksejajaran bentuk pada kalimat di
atas disebabkan oleh penggunaan bentuk kata kerja pasif diusulkan yang
dikontraskan dengan bentuk aktif menyetujui. Agar menjadi sejajar, bila
bagian yang pertama menggunakan bentuk pasif, hendaknya bagian yang kedua pun
menggunakan bentuk pasif. Sebaliknya, jika yang pertama aktif, berikutnya pun
sebaiknya aktif. Demikian demikian, kalimat tersebut akan memiliki kesejajaran
jika bentuk kata kerjanya diseragamkan menjadi seperti di bawah ini.
(11a) Program kerja ini sudah lama diusulkan,
tetapi belum disetujui
pimpinan.
(11b) Kami sudah lama mengusulkan program ini,
tetapi pimpinan belum
menyetujuinya.
Kesejajaran bentuk seperti pada
contoh tersebut juga berlaku dalam bentuk perincian.
b. Kesejajaran Makna
Masalah yang sering dihadapi dalam
penyusunan kalimat terutama yang menyangkut penataan gagasan dan masalah
penalaran. Penalaran dalam sebuah kalimat merupakan masalah pokok yang
mendasari penataan gagasan. Seperti diketahui, bahasa dan penalaran atau pola
pikir pemakainya mempunyai kaitan yang sangat erat. Lihat contoh berikut.
(12) Waktu dan tempat kami
persilahkan.
Kalimat semacam itu biasanya
digunakan dalam peralihan acara. Dalam suatu acara, misalnya acara yang pertama
berupa pembukaan dan acara kedua adalah sambutan. Dalam hal itu pembawa acara
lazim mengucapkan ungkapan sebagai berikut:
“Acara selanjutnya adalah sambutan Ketua
Panita
Penyelenggara, yang akan di sampaikan
oleh Bapak Sunarya.
Waktu
dan tempat kami persilahkan.”
Dalam kalimat tersebut, ungkapan
waktu dan tempat tidak termasuk kata yang bermakna insan, yang dapat
dipersilahkan. Oleh karena itu, pemakaiannya dalam kalimat Waktu dan tempat
kami persilahkan jelas tidak tepat.
Dalam koteks tersebut, seharusnya
pihak yang dipersilahkan adalah orang yang akan memberikan sambutan, yakni
Ketua Panitia Penyelenggara atau Bapak Sunarya. Jadi, bukan waktu dan
tempat. Dengan demikian, kalimat yang digunakan oleh pembawa acara
seharusnya berbunyi :
“Acara selanjutnya adalah sambutan
Ketua Panita
Penyelenggara, yang akan di sampaikan
oleh Bapak Sunarya.
Bapak Sunarya kami persilahkan.”
Dengan diubah seperti pada kalimat
tersebut, selain kalimatnya menjadi lebih bernalar, informasinya pun menjadi
lebih jelas.
c. Kesejajaran Bentuk dan Makna
Beberapa gagasan yang bertumpuk
dalam satu pernyataan dapat mengaburkan kejelasan informasi yang diungkapkan
sehingga pembaca akan mengalami kesulitan dalam memahaminya. Perhatikan contoh
berikut.
(13) Peraturan
daerah untuk menata kawasan pemukiman penduduk sedang disusun pemerintah daerah
setempat, menyangkut detail tata ruang kawasan itu sebagai tindak lanjut
keppres 48/1984 tentang penanganan khusus pemukiman di wilayah Surabaya.
Kalimat tersebut tidak efektif
karena terlalu sarat dengan informasi. Di dalamnya pun tidak tercermin adanya
kesejajaran antara gagasan yang diungkapkan dan bentuk bahasanya. Oleh karena
itu, jika dituliskan pembaca perlu membaca secara cermat dan berulang-ulang
untuk memahaminya.
Penumpukan gagasan semacam itu
sebenarnya tidak perlu terjadi jika pemakainya dapat secara cermat menuangkan
satu gagasan ke dalam satu pernyataan. Dengan demikian, agar efektif kalimat
itu dapat dikembalikan pada gagasan semula yang terungkap dalam beberapa
kalimat. Pengembalian pada gagasan semula itu menyebabkan kalimatnya menjadi
lebih efektif seperti pada ketiga kalimat berikut:
(13a) Peraturan daerah untuk menata
kawasan pemukiman penduduk
sedang disusun pemerintah daerah
setempat.
(13b) Peraturan itu menyangkut
detail tata ruang kawasan tersebut.
(13c) Hal itu merupakan tindak
lanjut keppres 48/1984 tentang
penanganan khusus pemukiman di
wilayah Surabaya.
Pembagian kalimat (13) menjadi
(13a),(13b), dan (13c) selain dapat mengefektifkan kalimatnya juga dapat
memperjelas informasi yang diungkapkannya.
3. Kehematan
Kehematan merupakan salah satu cirri
kalimat yang efektif. Dalam penyusunan kalimat, kehematan ini dapat diperoleh
dengan menghilangkan bagian-bagian tertentu yang tidak diperlukan atau yang
mubazir. Hal itu antara lain, berupa penghilangan subjek ganda, bentuk yang
bersinonim, dan bentuk jamak ganda.
a. Penghilangan Subjek Ganda
Kalimat majemuk bertingkat yang
anak kalimat dan induk kalimatnya memiliki subjek yang sama dapat dihilangkan
salah satunya. Subjek yang dihilangkan adalah yang terletak pada anak
kalimatnya. Perhatikan contoh berikut.
(14) Program
ini belum dapat dilaksanakan karena program
ini belum
disetujui.
Kalimat diatas akan lebih efektif
jika diubah menjadi berikut.
(14a) Program ini belum
dapat dilaksanakan karena belum disetujui.
b. Penghilangan bentuk yang
bersinonim
Dua kata atau lebih yang mendukung
fungsi yang sama dapat menyebabkan kalimat tidak efektif misalnya, adalah
merupakan, seperti misalnya, agar supaya, dan demi untuk. Oleh
karena itu, pengefektifan kalimat semacam itu dapat dilakukan dengan
menghilangkan salah satu dari kata-kata tersebut.
Misalnya :
(15) Bank BNI adalah merupakan
salah satu bank terbesar di Mataram.
Kalimat diatas akan lebih efektif
jika diubah menjadi seperti berikut.
(15a) Bank BNI adalah salah
satu bank terbesar di Mataram.
(15b) Bank BNI merupakan
salah satu bank terbesar di Mataram.
c. Penghilangan makna jamak yang
ganda
Kata
yang bermakna jamak, seperti semua, segala, seluruh, beberapa, para, dan
segenap dapat menimbulkan ketidakefektifan kalimat jika digunakan secara
bersama-sama dengan bentuk ulang yang juga bermakna jamak.
Misalnya :
(16) Semua
data-data
itu dapat diklasifikasikan dengan baik.
Agar lebih efektif kalimat diatas
sebaiknya diubah menjadi seperti berikut.
(16a) Semua data itu dapat
diklasifikasikan dengan baik.
Penghebatan
suatu kalimat memang dapat dilakukan dengan penghilangan unsur-unsur yang tidak
diperlukan. Namun unsur-unsur tertentu yang merupakan bagian dari ungkapan
idiomatik hendaknya tidak dihilangkan. Misalnya :
(17) Pemerimaan pegawai baru itu sudah sesuai
peraturan pemerintah.
Kalimat di atas harus ditulis
lengkap menjadi seperti berikut.
(17a) Pemerimaan pegawai baru itu
sudah sesuai dengan peraturan
pemerintah.
Ungkapan idiomatik lain yang
unsur-unsurnya tidak boleh ditinggalkan di antaranya sebagai berikut.
bergantung pada, terbuat dari,
terdiri atas, berkenan dengan, sejalan dengan, berkaitan dengan, dan sehubungan dengan.
4. Variatif
Kalimat yang efektif juga mengutamakan
variasi bentuk pengungkapan atau gaya kalimatnya. Variasi itu dapat dicapai
dengan menggunakan bentuk inversi, bentuk pasif persona, variasi aktif-pasif,
dan variasi panjang pendek.
a. Variasi Bentuk Inversi
Inversi merupakan salah satu variasi
bentuk pengungkapan dengan menempatkan unsur yang dipentingkan pada awal
kalimat. Misalnya :
(18) Biaya dua miliar rupiah diperlukan
untuk pembangunan jembatan itu.
Dari segi struktur informasinya, kalimat
di atas lebih menonjolkan informasi tentang biaya atau besarnya biaya
daripada informasi tentang pembangunan jembatan. Berbeda dengan itu, jika
penulis lebih mementingkan informasi tentang perlunya biaya, kalimat tersebut
dapat diubah menjadi seperti berikut.
(18a) Diperlukan biaya dua miliar
rupiah untuk pembangunan jembatan
itu.
Dua
variasi bentuk inversi tersebut diubah dari bentuk pengungkapan biasa seperti
berikut.
(18b) pembangunan jembatan itu
memerlukan biaya dua miliar rupiah.
Dari
contoh di atas, variasi bentuk mana pun dapat digunakan sesuai dengan keperluan
informasi yang akan diungkapkan.
b. Variasi Bentuk Pasif Persona
Bentuk
pasif persona juga dapat dimanfaatkan sebagai variasi lain dalam pengungkapan
informasi ataupun penggayaan kalimat. Misalnya :
(19) Akan saya laporkan masalah ini
kepada dekan.
Dalam
bentuk pasif persona semacam itu, kata ganti orang atau kata ganti persona
langsung didekatkan pada kata kerjanya, tidak disisipi dengan unsur lain.
c. Variasi Bentuk Aktif-Pasif
Variasi bentuk aktif-pasif merupakan
variasi penggunaan atau penggayaan kalimat dengan memanfaatkan kalimat aktif
lebih dulu, kemudian diikuti oleh pasif atau sebaliknya. Misalnya :
(20) Minggu depan kami akan mengadakan
rapat pemimpin. Dalam rapat
itu akan kami bahas berbagai
kasus yang muncul akhir-akhir ini.
(20a) Minggu depan akan diadakan
rapat pemimpin. Dalam rapat itu kami
akan membahas berbagai kasus
yang muncul akhir-akhir ini.
Dengan variasi aktif-pasif semacam
itu kalimat-kalimat yang digunakan lebih efektif. Karena itu, variasi merupakan
aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan gagasan melalui kalimat.
d. Variasi Bentuk Panjang-Pendek
Variasi bentuk panjang-pendek
merupakan variasi pengunaan kalimat panjang dan pendek secara bergantian.
Misalnya :
(21) Peneliti
ini memerlukan waktu dua bulan. Meskipun demikian, target yang telah ditetapkan
sebelumnya diharapkan dapat tercapai karena lokasi yang akan diteliti mudah
dijangkau dengan kendaraan umum.
(22) Lokasi
penelitian yang direncanakan sebelumnya berada di lereng pegunungan sehingga
sulit dijangkau dengan kendaraan umum. Karena itu, penelitian di lokasi
tersebut dibatalkan.
Berbagai variasi susunan kalimat
tersebut, baik variasi inversi, aktif-pasif, pasif persona, maupun variasi
panjang pendek, penggunaannya bergantung pada gaya masing-masing pemakai
bahasa.
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah selesai menulis pembahasan diatas dapat penulis
simpulkan beberapa hal sebagai berikut.
· Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili
pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pndengar/pembaca dapat
memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang
dimasud oleh penulis atau pembicaranya.
· Unsur-unsur dalam kalimat meliputi : subjek (S), prediket
(P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket).
·
Kriteria
kalimat efektif yaitu : Kelengkapan, Kesejajaran, Kehematan, dan Variatif.
·
Dalam proses
penyusunan kalimat, pemakai bahasa tidak hanya dituntut untuk mampu menguasai
kaidah tata bahasa, tetapi dituntut pula untuk mampu memilih dan menggunakan
kata-kata secara tepat, cermat, dan serasi.
4.2 Saran
· Para
pendidik sebaiknya memahami dengan seksama tentang bahasa indonesia yang
memiliki berbagai ragam bahasa supaya dalam proses kegiatan belajar mengajar
terjadi komunikasi yang baik dan tepat penggunaan bahasanya antara pendidik
dengan peserta didik.
· Para
peserta didik sebaiknya memahami dan mencari pengetahuan secara seksama
mengenai materi dalam makalah ini supaya tidak terjadi kekeliruan dalam
pemakaian bahasa terhadap peserta didik dengan pedidik.
· Dengan
penguasaan kaidah dan kemampuan memilih kata secara tepat, pemakai bahasa
diharapkan dapat menyusun kalimat secara tepat dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Mustakim,
1994. Membina kemampuan berbahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy.
1991. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Cetakan Ke-4. Jakarta: PT
Priastu.
Razak, Abdul.
1985. Kalimat Efektif : Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta: PT
Gramedia.
Hasjim, Nafron. 1998. Komposisi dalam
Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Ramlan,
M. dkk. 1994. Bahasa Indonesia yang Salah dan yang Benar. Yogyakarta:
Andi Offset Yogyakarta.
Ali,
Lukman dkk. 1991. Petunjuk Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
Pusat
Bahasa. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Badudu, J.S. 1983. Membina Bahasa
Indonesia baku. Bandung: Pustaka Prima.
:)
BalasHapus